Bola.net - Wacana peleburan Liga Super Indonesia (LSI) dengan Liga Primer Indonesia (LPI) diprediksi akan mendatangkan masalah baru bagi persepakbolaan di Tanah Air.
Pengamat sepak bola Sulawesi Selatan, Yopie Lumoindong, Jumat (08/4), mengatakan, wacana peleburan dua kompetisi itu justru akan memberikan rasa ketidak-adilan bagi sejumlah tim khusunya peserta LSI ataupun kompetisi Divisi Utama yang kini telah berjuang lolos ke LSI.
"Saya kira beberapa tim super liga tidak akan menerima jika harus menjadi korban demi memuluskan keinginan pihak LPI bertarung di kasta tertinggi. Makanya wacana peleburan itu mustahil bisa terwujud," jelasnya.
Mantan Direktur Teknik PSM itu sebaliknya lebih tepat jika pihak LPI fokus untuk mendapat pengakuan terlebih dahulu oleh federasi sepak bola internasional, FIFA. Salah satunya tentu pihak LPI harus rela memulai kompetisi dari Divisi III.
Selain menjaga sistem kompetisi, keputusan itu dipastikan tidak akan membuat federasi sepak bola Indonesia mendapat sanksi pembekuan dari FIFA. Sebab hal itu juga sudah sesuai dengan permintaan FIFA untuk membawa LPI dalam naungan PSSI.
Menurut Yopie, istilah dijadikan anak tiri oleh PSSI juga dinilai tidak tepat mengingat kompetisi LPI memang sejak dulu memang tidak mendapat persetujuan federasi sepak bola FIFA dan PSSI.
"Saya yakin pihak LPI tidak akan mudah menerima opsi berlaga di Divisi III. Namun pilihan itulah yang paling tepat bagi persepakbolaan nasional, "katanya.
Yopie menambahkan, selama berlaga di Divisi III dan telah mendapat pengakuan dari FIFA, maka pihak LPI bisa saja mengambil alih kompetisi LSI usia-21. Selain itu, pihak LPI juga masih memiliki keuntungan sebagai pengganti tim LSI yang terkendala persoalan pendanaan.
"Pemerintah telah memutuskan tidak ada lagi bantuan dana APBD bagi klub sepak bola. Kesempatan itu bisa saja digunakan untuk mengganti klub yang akhirnya tidak dapat melanjutkan kompetisi akibat pendaaan yang kurang," ucapnya. (ant/mac)
Pengamat sepak bola Sulawesi Selatan, Yopie Lumoindong, Jumat (08/4), mengatakan, wacana peleburan dua kompetisi itu justru akan memberikan rasa ketidak-adilan bagi sejumlah tim khusunya peserta LSI ataupun kompetisi Divisi Utama yang kini telah berjuang lolos ke LSI.
"Saya kira beberapa tim super liga tidak akan menerima jika harus menjadi korban demi memuluskan keinginan pihak LPI bertarung di kasta tertinggi. Makanya wacana peleburan itu mustahil bisa terwujud," jelasnya.
Mantan Direktur Teknik PSM itu sebaliknya lebih tepat jika pihak LPI fokus untuk mendapat pengakuan terlebih dahulu oleh federasi sepak bola internasional, FIFA. Salah satunya tentu pihak LPI harus rela memulai kompetisi dari Divisi III.
Selain menjaga sistem kompetisi, keputusan itu dipastikan tidak akan membuat federasi sepak bola Indonesia mendapat sanksi pembekuan dari FIFA. Sebab hal itu juga sudah sesuai dengan permintaan FIFA untuk membawa LPI dalam naungan PSSI.
Menurut Yopie, istilah dijadikan anak tiri oleh PSSI juga dinilai tidak tepat mengingat kompetisi LPI memang sejak dulu memang tidak mendapat persetujuan federasi sepak bola FIFA dan PSSI.
"Saya yakin pihak LPI tidak akan mudah menerima opsi berlaga di Divisi III. Namun pilihan itulah yang paling tepat bagi persepakbolaan nasional, "katanya.
Yopie menambahkan, selama berlaga di Divisi III dan telah mendapat pengakuan dari FIFA, maka pihak LPI bisa saja mengambil alih kompetisi LSI usia-21. Selain itu, pihak LPI juga masih memiliki keuntungan sebagai pengganti tim LSI yang terkendala persoalan pendanaan.
"Pemerintah telah memutuskan tidak ada lagi bantuan dana APBD bagi klub sepak bola. Kesempatan itu bisa saja digunakan untuk mengganti klub yang akhirnya tidak dapat melanjutkan kompetisi akibat pendaaan yang kurang," ucapnya. (ant/mac)